Jelang Pilgub Jatim 2018, Partai NasDem Sindir Usulan Calon Tunggal Mirip Sistem Dinasti

Jelang Pilgub Jatim 2018, Partai NasDem Sindir Usulan Calon Tunggal Mirip Sistem Dinasti Wakil Ketua DPW Partai NasDem, Mochamad Eksan.

Karena itu, tidak pada tempatnya beralasan, wacana calon tunggal, agar eskalasi politik terkendali, tak seperti Pilgub DKI Jakarta yang panas dan berpotensi menimbulkan diintegrasi nasional. Sebab proses politik demokratis tak menganggu terhadap pembangunan ekonomi Jawa Timur. Bagaimanapun, Pilgub Jawa Timur merupakan momentum terbaik bagi masyarakat memperoleh pencerahan dari kontestasi politik gagasan dari para bakal calon yang maju.

Anggota Komisi E DPRD Jatim ini mengungkapkan, sosialisasi dan kampanye adalah saat-saat yang sangat penting dan strategis dalam melakukan "dialog publik". Para kandidat, tim sukses, partai politik, kader, simpatisan dan masyarakat umum berinteraksi dengan intens untuk menemukan gagasan yang terbaik bagi perkembangan dan kemajuan Jawa Timur. Kontestasi politik gagasan akan mendidik warga, bukan hanya tahu terhadap program para kandidat, akan tetapi juga memberikan umpan-balik bagi perkembangan dan kemajuan Jawa Timur. Dan semua itu tidak akan didapati masyarakat bila calon pemimpin yang ditawarkan tunggal.

“Jadi, capaian demokrasi Indonesia janganlah didown-grade oleh manuver calon tunggal yang tak senafas dengan nilai keterbukaan dan partisipasi dalam demokrasi. Demokrasi bukan sistem khilafah yang tunggal ala Hizbut Tahrir, bukan pula sistem one party system ala komunis. Demokrasi Indonesia adalah sistem terbuka yang menjamin keterwakilan konfiguratif dari kekuatan politik yang plural di Jawa Timur. Semua elite tanpa terkecuali berkewajiban menghadirkan Pilgub Jawa Timur yang mencerminkan segala kekuatan yang ada di tengah-tengah masyarakat. Semua bertujuan untuk Jawa Timur lebih baik Pasca Pakde Karwo,” tegas Wakil Sekretaris PCNU Jember tersebut.

Terpisah, Gus Ipul yang diproyeksikan Pakde Karwo sebagai calon tunggal mengaku jika dirinya tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk memborong partai politik. Menurut mantan Ketua Cabang HMI Jakarta ini, yang ia miliki hanya teman baik yang kebetulan saat ini jadi pemimpin partai.

Alumni FISIP Universitas Nasional (Unas) Jakarta ini membeberkan, sejak dulu dirinya memelihara hubungan baik dengan siapa saja, termasuk dengan para elit politik. Hubungan koneksi itulah yang menjadi modal dirinya saat ini. Hubungan baik itu bisa berbuah dukungan politik bisa juga tidak sama sekali. Sebab, setiap partai punya mekanisme internal untuk menentukan calon pemimpin dan mengeluarkan rekom.

“Saya juga tidak pernah berpikir menjadi calon tunggal, jadi tak perlu memborong partai. Yang terpenting berkompetisi secara sehat,” pungkas Ketua PBNU ini. (mdr/rev)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO