Tafsir Al-Anbiya' 48-50: Momen Nabi Musa Berkata Lembut dan Keras kepada Fir'aun

Tafsir Al-Anbiya Dr. KH. Ahmad Musta'in Syafi'ie.

Biasanya para kiai, penceramah berdalil nabi Musa A.S. yang diperintahkan Tuhan agar bertutur kata lembut dan santun kala berdakwah kehadapan Fir’aun.

Tesisnya kayak gini: "itu... kepada Fir’aun saja, Allah masih memerintahkan nabi Musa agar bertutur kata yang santun. Maka, bla... bla... bla..." Lalu mendalil: "fa qula lah qaula layyina la’allah yatadzakkar aw yakhsya..." (Thaha:44).

Apa yang disampaikan oleh para kiai, para penceramah, para tutor – sekali lagi – itu benar. Tetapi perlu dilihat konteksnya dan jangan digebyah uyah dan dipukul rata.

Ketika Tuhan menyuruh nabi Musa A.S. dan nabi Harun A.S. bertutur kata santun (layyina) di hadapan Fir’aun tadi, konteksnya adalah mereka mendatangi Fir’aun di istananya. (idzhaba ila Fir’aun innah thagha).

Artinya, Musa dan Harun masuk di kandang macan dan konteksnya adalah semacam berkunjung saja, menjalin kekeluargaan karena dulu Musa pernah ada dalam kepengasuhan Fir’aun.

Pantaslah Tuhan mewanti-wanti agar jangan membangunkan singa tidur. Harus bertutur kata yang santun "qaula layyina" agar tidak tersinggung. Ya, karena bisa berkibat fatal.

Tetapi ketika Musa dan Harun ada di tempat terbuka, sementara materi yang disampaikan adalah dakwah, keimanan yang mesti disampaikan secara tegas dan jelas, maka tidak ada kata "layyina" (santun, lembut, lemes) mendampingi kata "qaula". Melainkan langsung, to the point. Bahkan berani memberi warning kepada Fir’aun.

Perhatikan pada ayat ini: fa’tiya Fir’aun faqula inna Rasula Rabbik fa arsil ma’ana Bani Israil wa la Tu’adzdzibhum...

Paranono Fir’aun dan katakan kepadanya: "bahwa kami ini sungguh nabi utusan Tuhan-mu. Biarkan anak-anak Israel bergabung bersama kami dan awas, jangan kamu siksa mereka...".

Nampak sekali, bahwa nabi Musa berani berkata tegas dan menafikan "ketuhanan" diri Fir’aun seperti yang dideklarasikan sendiri. Seolah Musa berkata menohok: "Wahai Fir’aun, sesungguhnya Tuhan itu Allah, bukan kamu. Kamu itu hamba-Nya, "Inna Rasula Rabbik"."

Lebih dari itu, nabi Musa juga berani memberi peringatan tegas kepada Fir’aun agar membiarkan bani Israel bergabung dan jangan berani-berani menyiksa mereka, "wa la tu’adzdzibhum".

Jadi, tidak harus berkata santun terus, nanti kita dianggap lemah. Ada momennya, di mana kita harus tegas dan berani agar berwibawa dan bermartabat. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO