Menurut dia, profesionalisme wartawan harus dilihat dari kapasitas dan kompetensinya, terutama pengetahuan yang luas tentang aneka persoalan.
“Uji kompentensi saja tidak cukup, harus ditambah kecerdasan dan pengetahuan yang luas,” kata Lutfil Hakim yang kini Wakil Ketua Bidang Kerja Sama PWI Jatim.
Ia juga mengingatkan, sebagai asosiasi jurnalis, PWI bukan hanya mengajari menulis benar, tapi juga punya peran lebih penting seperti watch dog, kritis dan mencerdaskan.
“Dan yang terpenting adalah independensi sebagai marwah tertinggi. Semua pengabdian jurnalis semata-mata untuk kepentingan publik, bukan kepentingan penguasa, pemilik modal, atau sponsor,” tegasnya gamblang.
Menurut dia, tantangan utama wartawan dewasa ini adalah moral hazard. Ia menengarai, tidak sedikit praktik framing informasi dan komunikasi yang dilakukan oleh wartawan kompeten. Bahkan dari media yang besar pengaruhnya kepada publik.
“Ini yang paling berbahaya. Kalau soal hoax masyarakat sudah pintar memilah. Tapi soal framing, masarakat perlu dicerdaskan,” katanya.
Menurut dia, secara hukum kerja jurnalistik sudah diatur oleh yurisdiksi (UU pers/ dan aneka Peraturan Dewan Pers). “Tidak ada pilihan kecuali tunduk kepada teks aneka produk hukum tersebut. Mengikat dan harga mati,” ujarnya.
Yang juga menarik, ia sangat konsen terhadap regenerasi di tubuh PWI. “Aspek regenerasi kepemimpinan pada asosiasi apapun, termasuk PWI juga keniscayaan,” tegasnya.
Ia memberi contoh konkret Ketua Bidang di PWI yang notabene banyak dijabat wartawan muda. Menurut dia, selama ini hanya dicatat atau tercatat.
“Tapi tak pernah diperankan secara maksimal. Ke depan pola ini wajib ditinggalkan. Dorong yang muda-muda untuk selalu tampil di depan,” tegasnya. (mma)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News