SURABAYA, BANGSAONLINE.com – Hari ini, 14 Februari, 150 tahun lalu – tepatnya 14 Februari 1871, bayi Muhammad Hasyim Asy’ari lahir. Kelak, bayi yang lahir di Desa Keras, Kecamatan Diwek Jombang, dari pasangan KH Asy’ari dan Nyai Halimah itu menjadi ulama besar.
Muhammad Hasyim Asy’ari tidak hanya jadi ulama nasional tapi juga internasional. Ketika masih belajar di Makkah, Muhammad Hasyim Asy’ari sangat dihormati dan disegani karena ketinggian ilmu dan akhlaknya. Bahkan para ulama besar dan internasional kemudian memanggil Muhammad Hasyim Asy’ari dengan panggilan kehormatan: Hadratussyaikh. Sang mahaguru.
BACA JUGA:
- Gus Dur Enggan Dipanggil Kiai, Lebih Suka Dipanggil Gus, Alasannya Kocak
- Rutinitas Pengajian Ikapete di Kabupaten Pasuruan, Bahas Kitab At-Tibyan Karya Mbah Hasyim
- Dapat Restu, Gus Sirojuddin Siap Maju Calon Ketua GP Ansor Kabupaten Pasuruan 2024-2029
- Ikhtiar Wujudkan Generasi Emas 2045, Khofifah Kukuhkan Bunda Asuh Peduli Stunting Kepri
Selain dikenal alim allamah, Hadratussyaikh juga popular sebagai tokoh kemerdekaan Republik Indonesia. Bahkan sejak di Makkah. Saat belajar di Makkah, Hadratussyaikh sering melakukan doa bersama di depan Ka’bah bersama para santri dan ulama asal Indonesia. Hadratussyaikh memohon kepada Allah SWT agar Indonesia segera merdeka dari penjajahan.
Hadratussyaikh juga mendirikan pesantren. Pesantren itu ia dirikan di kampung hitam. Penuh pencuri, perampok, penjudi, pezina, dan pemabuk. Namanya Pesatren Tebuireng. Kelak, pesantren ini tidak hanya jadi lembaga pendidikan Islam yang melahirkan para ulama besar (NU dan pesantren), tapi juga jadi markas para pejuang kemerdekaan RI.
Hadratussyaikh kemudian - atas inisiatif KH A Wahab Hasbullah –mendirikan organisasi Nahdlatul Ulama (NU). Organisasi terbesar abad ini.
Apa yang harus kita teladani dari Hadratussyaikh saat kita mengenang hari lahirnya? Tentu banyak. Apalagi saat krisis keteladanan seperti sekarang. Namun yang paling penting adalah sikap tawaddlu dan akhlak Hadratussyaikh terhadap guru.
Klik Berita Selanjutnya