Tafsir Al-Kahfi 37-38: Musyrik Itu Kayak Punya Dua Paspor

Tafsir Al-Kahfi 37-38: Musyrik Itu Kayak Punya Dua Paspor Ilustrasi selingkuh.

Bayi lahir dalam keadaan angat lemah. Semua indranya belum langsung berfungsi, kemudian berkembang sedikit demi sedikit. Akhirnya tumbuh besar dan manjadi dewasa. Tidak berhenti di situ, Tuhan memberi kenikmatan berlimpah, tapi tidak semua manusia mengerti.

Bersikap musyrik atau mengkufuri Allah SWT sebagai Tuhan itu keterlaluan. Kafir, artinya tidak mengakui. Jika anda sebagai orang tua, lalu anak anda tidak mau mengakui anda sebagai orang tuanya, maka bagaimana perasaan anda?

Syirik, artinya menyekutukan, mengakui pihak lain yang sama sekali tidak layak diakui. Sejatinya "dia" sama sekali bukan Tuhan, tapi di Tuhan-tuhankan. Jika anda punya anak kandung, lalu anak anda mengakui anda sebagai bapaknya, tapi juga mengakui pria lain sebagai bapak genetiknya juga, lalu bagaimana perasaan anda? Jawabnya tidak masuk akal, bapak genetik cuma satu.

Makanya, orang yang menuhankan selain Allah SWT, berhala, patung, orang, api, matahari, dan sebagainya itu sama sekali tidak masuk akal, tapi dimasuk-masukkan. Ketika manusia menyembah manusia, lalu apa yang bisa didilakukan oleh Tuhan-tuhanan yang berupa manusia itu? Lha wong dia mati. Mana ada Tuhan mati.

Jangankan di teologi, di dunia pacaran, keluarga, organisasi, negara saja, sangat membenci perbuatan syirik. Kalau anda punya pacar, lalu pacar anda punya pacar lain selain anda, gimana?

Lazimnya, satu orang hanya berhak menjadi satu warga negara. Negeri kita ini termasuk yang menganut asas itu. Tidak ikut aturan dwi warga negara. Jika telah resmi menjadi warga negara lain, maka hak warga negaranya di RI ini dicabut. Mestinya dalam keimanan juga sebaiknya begitu, cukup satu Tuhan saja. Jadi, musyrik itu kayak punya dua paspor, pasti gugur salah satunya.

Sama dengan kufur nikmat. Anda yang setiap saat memberi makan, memberi minum, merawat, mencukupi semua kebutuhan hidupnya, mengobatkan ketika dia itu sakit, menyekolahkan agar pinter dan seterusnya, lalu si anak itu tidak mengakui jasa anda sebagai orang tua. Bagaimana perasaan anda? Jadi, orang yang tidak bersyukur itu menyakiti perasaan Tuhan. 

*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO