Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag*
13. Nahnu naqushshu ‘alayka naba-ahum bialhaqqi innahum fityatun aamanuu birabbihim wazidnaahum hudaan
BACA JUGA:
- Tafsir Al-Anbiya' 48-50: Abu Bakar R.A., Khalifah yang Rela Habiskan Hartanya untuk Sedekah
- Tafsir Al-Anbiya' 48-50: Momen Nabi Musa Berkata Lembut dan Keras kepada Fir'aun
- Tafsir Al-Anbiya 48-50: Fir'aun Ngaku Tuhan, Tapi Tak Mampu Melawan Ajalnya Sendiri
- Tafsir Al-Anbiya' 41-43: Arnoud Van Doorn, Petinggi Partai Anti-Islam yang Justru Mualaf
Kami ceritakan kepadamu (Muhammad) kisah mereka dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambahkan petunjuk kepada mereka.
14. Warabathnaa ‘alaa quluubihim idz qaamuu faqaaluu rabbunaa rabbu alssamaawaati waal-ardhi lan nad’uwa min duunihi ilaahan laqad qulnaa idzan syathathaan
Dan Kami teguhkan hati mereka ketika mereka berdiri lalu mereka berkata, “Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi; kami tidak menyeru tuhan selain Dia. Sungguh, kalau kami berbuat demikian, tentu kami telah mengucapkan perkataan yang sangat jauh dari kebenaran.”
TAFSIR AKTUAL
Didahului dengan ikatan keimanan yang tangguh, lalu dikokohkan dengan hidayah Tuhan bagi masing-masing pemuda goa. "wa zidnahum huda". Pemuda-pemuda itu sesungguhnya anak para pembesar di negeri itu. Mereka punya hati yang sama, yakni menentang kezaliman dan melawan kekufuran. Tapi tidak ada media yang bisa dijadikan wadah pemersatu.
Dengan iradah Allah SWT, secara bersamaan, tanpa janjian lebih dahulu, juga tidak saling kenal semuanya, mereka keluar rumah mencari udara baru. Mereka ketemu di suatu tempat. Omong punya omong, unek-unek mereka diungkapkan satu per satu. Maka terjalinlah persaudaraan sangat erat di antara mereka dengan tujuan yang sama, yakni keimanan.