Tafsir Al-Kahfi 1-3: Penerima Kitab Suci itu Bergelar "Hamba"

Tafsir Al-Kahfi 1-3: Penerima Kitab Suci itu Bergelar "Hamba" Ilustrasi kursi untuk tamu VIP.

Antara "waqaf" (berhenti membaca) dan "saktah" (diam sejenak) susah dibedakan dalam praktik, apalagi jika bacaannya cepat. Tapi secara kaidah digambarkan dengan tanaffus. Waqaf, berhenti membaca dan ambil napas, sedangkan saktah hanya diam sejenak tanpa ambil napas. Andai keduanya tanpa ambil napas? Ya boleh-boleh saja. Andai sama-sama ambil napas, ya tidak dosa. Pokok ngerti intinya, ya sudah.

Soal didahulukan pernyataan "tanpa ada salah" atau "walam yaj'al lah 'iwaja" dalam al-qur'an dan mengakhirkan pernyataan "qayyima" (lurus, benar) untuk menghapus keraguan meraka. Menghapus hal negatif yang bisa mengganggu keimanan wajib dilakukan terlebih dahulu sebelum langkah pemantapan. Anda hendak mengecat dinding? Demi menghasilkan pengecatan yang lebih baik, maka memberisihkan kotoran atau noda-noda harus dilakukan terlebih dahulu.

Teori ini ada pada langgam kalimah tawhid "La ilah illa Allah". Semua tuhan-tuhan palsu harus ditiadakan lebih dahulu, disteril hingga bersih dan kosong (nafyu al-jami'), baru dilakukan langkah itsbat, langkah penetapan, bahwa hanya Allah SWT sebagai Tuhan satu-satunya (illa Allah).

"al-hamd li Allah al-ladzi anzal 'ala 'abdih al-kitab". Pada awal surah ini, terbacalah bahwa Allah SWT yang menurunkan al-qur'an adalah Dzat yang maha terpuji (al-hamd Li Allah). Sedangkan nabi Muhammad SAW yang dianugerahi al-qur'an adalah hamba-Nya.

Itu artinya, hanya Tuhan saja yang secara hakiki berhak dipuji, lain tidak. Meski sederajat nabi dan dipilih sebagai manusia yang dianugerahi al-kitab, tetap saja seorang hamba. Nabi tidak berhak menerima pujian secara hakiki. Pujian bagi Tuhan itu mutlak dan memang selayaknya, sementara bagi selain-Nya, meski dia seorang nabi, itu hanyalah penghormatan belaka.

Maka, tidak pantas orang beriman senang dipuji, suka dielu-elukan, bangga disanjung dan sebagainya. Merasa besar jika disanjung, seketika itu dia menyaingi Tuhan secara tidak disadari. Maka benar fatwa sufistik yang menyatakan bawa "riya'" itu perbuatan syirik yang tak terlihat.

Untuk menguji diri, apakah diri ini pribadi yang menyaingi Tuhan, suka dipuji atau tidak, silakan mengetes diri sendiri, ketika diri ini sedang tidak dihormati, di mana semestinya dihormati.

Jika anda seorang ustadz, kiai, atau penggede yang diundang menghadiri acara dan tidak ditempatkan di kursi depan, atau tangan anda tidak dicium kala salaman, lalu anda merasa sedikit kurang pas, atau anda sangat menikmati jika didudukkan di kursi penghormatan paling depan atau senang tangan anda diciumi hadirin, maka kala itu hati anda sedikit rusak, terindikasikan ada virus congkak di dalamnya.

Untuk itu, ayat berikutnya berbicara soal orang durhaka yang diancam dengan "ba's syadid", siksa yang pedih dan orang yang beramal kebajikan bakal mendapatkan pahala yang bagus, di surga kekal selamanya. Artinya, kita diperintahkan menghindari hal-hal kecik yang menyebabkan Tuhan murka dan beramal baik semurni mungkin, hanya dipersembahkan untuk Tuhan semata.

*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO