Tafsir Al-Isra' 45: La Ilaha Illa Allah, Biang Perpecahan Umat Islam?

Tafsir Al-Isra Ilustrasi

Pembunuhnya adalah Abdur Rahman ibn Muljam al-Murady al-Muqri'. Dia seorang sahabat mulia papan atas, guru besar Alqur'an, pakar tafsir Alqur'an dan politikus radikal. Pada masa pemerintahan Umar ibn al-Khattab, dia ditunjuk menjadi guru besar Alqur'an ke Mesir saat gubernur Mesir dijabat 'Amr ibn al-'Ash. Makanya, ibn Muljam bergelar "al-muqri'", guru besar Alqur'an.

Tafsir aktual ini tidak untuk menghakimi, melainkan sekadar menyajikan pola pikir sekaligus fakta terkait adanya perbedaan persepsi teologis yang berpotensi merobek-robek kemaslahatan umum, merusak persatuan dan hidup damai sesama muslim. Semoga pembaca yang dirahmati Allah bisa memetik pelajaran dari fakta di bawah ini:

Pertama, pada piala dunia yang lalu, pada kulit bola ada tertera semua bendera negara peserta pesta bola tingkat dunia tersebut. Salah satunya adalah Arab Saudi yang benderanya bertuliskan "La ilaha illa Allah" disertai pedang di bawahnya. Namanya bola, ya ditendang-tendang, kena becek air, atau bahkan kotoran dan lain-lain.

Ulama Saudi tahu itu dan membiarkan. Ya, karena mereka sangat alim dan arif dalam melihat persoalan. Kapan "la ilah illa Allah" sebagai kalimah tauhid dan kapan sebagai bendera. Tulisan "la ilah illa Allah" banyak terdapat di koran bekas dan sebangsanya, di sana dibakari, diangkut campur kotoran dan sampah.

Kedua, seorang cewek peserta lomba renang asal Arab Saudi memakai pakaian renang khusus, ketat dan mini seperti kita tahu. Seperti biasanya, motif dan warnanya pasti mewakili bendera negara yang diwakili. Penulis lihat sendiri, cewek itu memakai baju renang warna hijau, di bagian dada bertuliskan huruf arab " La ilaha illa Allah " dan di bawahnya ada gambar pedang melintang. Apa itu berarti penistaan terhadap kalimah tauhid?

Ketiga, seperti sudah pernah penulis khutbahkan pada hari-hari lalu, kita tahu ada banyak mobil, di kaca belakang bertuliskan kalimah "La ilaha illa Allah". Jika mobil itu, karena suatu hal, nabrak atau dipakai merampok - misalnya - lalu tertangkap dan dibakar massa. Pertanyaanya, apakah itu berarti membakar kalimah tauhid?.

Dulu, ketika partai Persatuan Pembangunan (PPP) lahir dengan simbol Ka'bah, banyak kaum muslimin protes. Hal itu dianggap melecehkan Baitullah, kiblat ummat islam dunia. Tak patut dicoblosi. Lalu, para kiai PPP meyakinkan umat dengan menampilkan tamsilan yang cerdas menggunakan gambar presiden Soeharto.

Jika gambar pak Harto ada di frame, di pigora yang dipajang di kantor-kantor, di sekolah-sekolah dan di tempat lain yang terhormat, maka kita harus menghormat. Siapa yang dengan sengaja merusak, merobek apalagi membakar, maka pasti nyonyor dan meringkuk di penjara.

Tapi jika gambar pak Harto ada di perangko yang ditempelkan di amplop surat, maka distempel, dipalu keras-keras oleh pegawai kantor pos, bahkan kena kepalanya hingga gambar jembret kena tinta. Adakah pegawai kantor pos itu melecehkan pak Harto?

Apa yang terjadi di negeri ini adalah gejolak yang nyata-nyata bisa merusak persatuan dan kesatuan internal ummat Islam sendiri. Disadari atau tidak, disengaja atau tidak. Dengan mengatasnamakan membela kalimah tauhid tanpa kearifan seperti terilustrasikan di atas, seseorang bisa jadi merasa punya "la ilah illa Allah" sendiri. Sedikit momen bisa diunggah besar-besaran dan diperkarakan, lalu dihakimi menurut persepsi sendiri.

Secara politis, sah-sah saja seseorang membatin, bahwa mungkin saja si pembawa bendera hitam bertulisakan "la ilah illa Allah" pada peringatan Hari Santri Nasional itu adalah bagian dari skenario mereka, sengaja memancing di air keruh. Dasarnya, kan sudah tahu ada aturan, bahwa tidak boleh membawa bendera pada upacara itu selain Merah Putih. Lalu, siapa yang jahat duluan?

Dari pembacaan sejarah, kasus bendera "La ilah illa Allah" dan klaim kebenaran sepihak ini sama persis atau tak beda dengan cara-cara ISIS yang dikobarkan di Siria, hingga negeri yang punya banyak ulama kontemporer itu berantakan dan porak-poranda karena perang sesama muslim. Masing-masing atas nama "La ilah illa Allah".

Mereka mengatasnamakan bela kalimah tauhid "La ilah illa Allah", lalu menuduh "kafir" terhadap penguasa, digerakkan di jalan-jalan, demo besar-besaran berangkat dari masjid, dipaskan pada hari jum'ah, diawali shalat jum'ah lebih dulu dan seterusnya. Bedanya, jika di Siria berpangkalan dari masjid al-Umawi (al-Jami al-umawy), kalau di Indonesia dari masjid Istiqlal. Keduanya sama-sama masjid monumental di negeri masing-masing.

Tulisan ini untuk menyeru kepada semua saudaraku seiman, bahwa memelihara ukhuwwah islamiah, hidup damai dan islami itu sangat penting dan bagian dari amanat agama. Silakan berjihad, silakan berdakwah sesuai cara masing-masing, tapi menjaga maslahah 'ammah tetap menjadi prioritas. Jangan sampai negeri ini terkoyak-koyak kayak Siria. Na'udz billah.    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO