Pesona Kerajinan Manik-manik yang Mendunia di Desa Plumbon Gambang Jombang

Pesona Kerajinan Manik-manik yang Mendunia di Desa Plumbon Gambang Jombang Hasil limbah kaca yang disulap menjadi karya seni yang bernilai tinggi. foto: Rony Suhartomo/ BANGSAONLINE

“Saat itu (manik-manik) sangat melejit sekali. Manik-manik dari sini tidak sekadar untuk gantungan kunci saja. Manik-manik yang motif historikal juga dipakai orang-orang Kalimantan, Irian, dan Toraja. Perbiji ada namanya juga itu (manik-manik historikal),” paparnya.

Meski begitu, bukan berarti usaha Nur Wakid ini tidak pernah mengalami kendala apapun. Pada kisaran tahun 1988-1990-an, penjualan manik-manik mulai lesu. Bahkan puncaknya pada tahun 1990, ia mengaku kehilangan pasar penjualan.

“Setelah itu, akhirnya saya nekat masuk ke daerah Bali. Di pulau dewata, saya kembali menjalin komunukasi untuk membangun relasi penjualan dan akhirnya alhamdulillah bisa diterima di sana, dan bahkan saat ini mampu berjalan kembali. Pasar lokal utama dikirim ke Bali semua,” tuturnya.

Semangat pantang menyerah yang dilakukan Nur Wakid juga membuat penjualan manik-manik tidak hanya laris manis di dalam negeri saja, melainkan mampu merambah luar negeri.

“Pasar internasional kita jual ke Australia, Belanda. Nah, terbukti juga mulai kisaran tahun 1993-an, mereka (peminat warga asing, red) mulai datang ke sini (Desa Plumbon Gambang),” urainya.

Sementara itu, saat disinggung soal harga manik-manik, Nur Wahid mengaku jika harga sangat beragam. Mulai dari bahan setengah jadi, per butir dihargai mulai dari Rp 10, Rp 25.

Kalau manik-manik siap pakai termurah mulai dari Rp 10 ribu sampai Rp 500 ribu.“Sedangkan yang historikal per biji ada yang Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta. Tergantung dengan bahan baku yang dipakai,” pungkasnya. (ony/dur)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO