Tafsir Al-Nahl 15-16: Pemilihan Paus dan Pemilihan Rais Am

Tafsir Al-Nahl 15-16: Pemilihan Paus dan Pemilihan Rais Am Anggota Banser saling dorong dengan rombongan dari PWNU NTT saat registrasi Muktamar ke-33 NU. (foto: rony suhartomo/BANGSAONLINE)

Muktamar Makassar adalah bukti nyata dan kini mau disikapi apa. Muktamirin yang bertaqwa pasti berjalan sesuai agama, bersih dan tidak main sogok-sogokan. Sedangkan muktamirin busuk akan pakai segala cara, termasuk membeli suara.

Ingatlah, kekuasaan yang didapat secara zalim akan menghasilkan kezaliman pula. Jadinya, dia tega "jualan" apa saja yang ada di tangan. Sudah ada contoh pengurus NU yang terkutuk pada akhir hayatnya. Potensi su'ul khatimah nyata padanya. Na'udz billlah min dzalik.

Bisakah AHWA bersih? Bisakah obyektif dan jujur?. Tentu berpulang pada pribadi masing-masing kiai. Dari sisi kekiaian yang notabenenya sebagai ulama pewaris Nabi yang bersih dan jujur, konsep AHWA sungguh bagus. Namun sisi kemanusian yang nyandang nafsu, konsep AHWA justeru membahayakan. Karena "membeli" sembilan orang lebih mudah ketimbang ratusan orang. Sedang ada tarik ulur antara mereka.

Membeli tidak berarti dengan uang cash untuk pribadi kiai yang bersangakutan. Bisa saja untuk pondok pesantrennya. Jika hanya semilyaran, itu sangat enteng bagi politikus pengendali Muktamar. Jika ini terjadi, sang kiai bisa tergoda dan berkilah. "Aku tidak terima uang suap. Mereka menyumbang pondok. Itu untuk pendidikan, untuk islam dll.".

Andai begini, maka AHWA identik dengan: "kalimah haqq urid biha al-bathil". Statement benar yang menfasilitasi kebatilan.

Itu semua sebatas pengandaian, sementara hati sangat yakin atas kesucian para kiai Nahdliyin. Barakallah fikum. Semoga Muktamar Jombang lebih bersih ketimbang Pemilihan Paus di Vatikan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO