Tafsir Al-Nahl 15-16: Ashabul Yamin dan Ashabus Syimal dalam Muktamar NU

Tafsir Al-Nahl 15-16: Ashabul Yamin dan Ashabus Syimal dalam Muktamar NU Ricuh yang terjadi ketika sidang pleno I membahas AHWA, Minggu (4/8). (foto: rony suhartomo/BANGSAONLINE)

Pada puncaknya, mereka memutuskan bahwa tidak patut melanjutkan Muktamar dengan datang ke alun-alun untuk memilih ketua PBNU. Hal itu karena diyakini pasti busuk, banyak kecurangan, banyak penindasan di mana-mana dan menambah dosa, bila hadir di arena pemungutan suara itu. Mereka lantas mengadakan rapat singkat yang isinya:

Pertama, membuat Muktamar tandingan. Ini pendapat yang muda-muda. Andai jadi membuat Muktamar tandingan bisa dipastikan akan menang dan sah karena mereka adalah para pemilik suara yang sah dan bermandat resmi dari Cabang dan Wilayah, serta sudah sangat memenuhi quorum. Usulan ini segera ditolak oleh Kiai Hasyim Muzadi dan Gus Solah karena bisa menimbulkan perpecahan. Keutuhan NU lebih wajib kita jaga. Masih ada waktu untuk berbuat kebajikan untuk NU.

Kedua, tidak perlu dan gerakan kita tetap gerakan kesalehan, bersih dan menata NU menjadi lebih bermartabat, sesuai syariah islam dan gagasan para kiai-kiai pendiri dulu. Inilah yang kemudian disepakati, meski dengan hati sangat kecewa dan bersedih.

Tapi kekecewaan mereka itu segera sirna setelah mereka perlahan hanyut dalam istighfar bersama di makam kiai Hasyim Asyari. Sebagian mereka juga bermunajah hampir semalam di masjid, mendoakan agar NU dilindungi Allah SWT dari tangan-tangan politikus hitam.

Bisa dibayangkan, seperti apa para malaikat langit menyikapi dua tempat yang berbeda, alun-alun dan Masjid pesantren Tebuireng, dalam perhelatan yang sama, tapi perilakunya berbeda. Nyata sekali ada: Ashabul Yamin dan Ashabus Syimal malam itu. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO