Mendorong Batik Ikat Kontemporer Galuh Surabayan Jadi Ikon Pariwisata Kota Pahlawan

Mendorong Batik Ikat Kontemporer Galuh Surabayan Jadi Ikon Pariwisata Kota Pahlawan Batik ikat kontemporer Galuh Surabayan.

Oleh: Ignatia Martha Hendrati, Nuruni Ika Kusuma Wardhani, dan Achmad Room Fitrianto

Setiap sudut memberikan cerita yang berbeda dan menarik untuk ditelusuri. Salah satunya di kawasan permukiman bantaran rel kereta api Kelurahan Kapasari, Kecamatan Genteng,

Ketika mendengar bantaran rel sering kali disandingkan dengan tipe masyarakat yang kurang berkembang. Padahal kawasan pinggiran rel (squatter area) dan pusat kota (slum area) itu potensial untuk tumbuhnya industri kreatif.

Salah satunya adalah batik ikat kontemporer Galuh n yang dikembangkan salah satu warga permukiman padat tersebut. Heppy Kurnia Putri pertama kali merintis usaha tahun 2012. Kemudian berkembang hingga dia berhasil mempekerjakan beberapa warga untuk membantu produksi. Omzet yang didapat lumayan.

Batik ikat itu memiliki banyak potensi. Motif yang dibuat lahir dari proses kreatif bercampur dengan budaya kearifan lokal. Sehingga menghasilkan produk yang unik dan memiliki nilai pasar yang tinggi. Teknik ikat dipadukan dengan teknik coletan. Sehingga memunculkan corak dan warna yang khas.

Sayangnya hal tersebut tidak diimbangi dengan pengetahuan tentang manajemen bisnis yang memadai. Sehingga pasar produk yang sebetulnya luas terhambat dan sulit berkembang. Manajemen sumber daya yang kurang tertata menyebabkan produksi hingga profit kurang efisien.

Puncaknya saat Pandemi Covid-19. Kekacauan manajemen itu baru terasa hingga membuat usaha Galuh omsetnya jeblok. Karyawan, meskipun hanya 2 orang, terpaksa dirumahkan.

Berdasar permasalahan tersebut, kegiatan Bakti Inovasi Bagi Masyarakat (BIMA) kolaborasi Universitas Pembangunan Nasional () Veteran Jatim dan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel () membantu usaha batik ikat kontemporer Galuh n untuk lepas dari permasalahan itu. Sehingga kategori Usaha Mikro Kecil Menangan (UMKM) itu bisa lepas landas mengembangkan produk dan menjualnya.

Dari usaha tersebut tim BIMA berhasil mengidentifikasi beberapa masalah. Identifikasi ini dilaksanakan dengan pendekatan kualitatif dengan Metode Aset Based Community Development (ABCD). Metodologi ini dilakukan dengan tujuan untuk bisa lebih fokus kepada penggalian informasi yang humanis sehingga informasi dari pengumpulan data, penilaian kualitas data, analisis data, menafsirkan data, dan membuat kesimpulan tidak menyimpang terlalu jauh dari kenyataan masyarakat.

Mengapa menggunakan pendekatan ABCD, dikarenakan ABCD fokus pada aset dan kekuatan yang ada pada komunitas daripada permasalahan. Sehingga pengembangan kapasitas masyarakat dilakukan dengan memaksimalkan aset-aset yang ada dalam komunitasnya.

Pendekatan berbasis aset dipercaya memiliki kelebihan karena bisa melihat kondisi sosial lebih holistic dan kreatif. Seperti melihat gelas setengah penuh, mengapresiasikan apa yang bekerja dengan baik dimasa lampau dan menggunakan apa yang kita miliki untuk mendapatkan apa yang kita inginkan

Kemudian dilaksanakan juga Focus Group Discussion (FGD), tanya jawab, demonstrasi dan latihan/praktik baik kelompok maupun individu. Dari proses yang telah dilakukan tim BIMA bisa mengerucutkan beberapa masalah yang dihadapi pengrajin Batik Ikat Galuh . Pertama marketing produk masih melalui metode penjualan langsung. Padahal era sudah digital dan akses ke pasar bisa makin luas.

Kedua pengelolaan usaha yang meliputi manajemen keuangan dan sumber daya. Usaha batik ini kami lihat belum menerapkan penghitungan pengeluaran dan pendapatan secara rinci. Sehingga Harga Pokok Penjualan yang diperoleh belum mengover semua aspek.

Ketiga tentang packaging produk. Cara yang dilakukan mitra kami masih sederhana. Kain diberi kantung plastik bening atau terkadang dos box tanpa label atau merek.

Dari ketiga masalah itu, Tim BIMA satu per satu mengurainya. Terkait dengan pemasaran secara digital, kami membuatkan akun Instagram. Tidak hanya itu, kami melatih pemilik usaha untuk mengelola dan mengembangkan media tersebut. Dengan harapan produknya lebih akrab didengar orang dan bisa meningkatkan penjualan.

Berikutnya menghubungkan usaha tersebut dengan program yang sudah dibangun oleh Pemkot , yakni e-Peken. Di marketplace tersebut produk batik Galuh n bisa semakin dikenal di kalangan warga . Dengan begitu target pasar dari batik itu bisa semakin banyak dan luas.

Masalah pengelolaan usaha juga berhasil dituntaskan dengan memberikan pelatihan manajemen usaha. Seperti pembuatan pembukuan sederhana bagi mitra kami dan kelompok ibu-ibu yang tergabung UMKM di Kelurahan Kapasari. Selama ini pembukuan yang mitra dan ibu-ibu UMKM Kelurahan Kapasari hanya saat awal saja, setelah itu pembukuan tidak dilakukan. Tim BIMA menawarkan dua cara ke mereka, pertama manual dengan mencatat laporan kas dan laba rugi.

Kemudian berikutnya melalui aplikasi gratis yang bisa di download melalui smartphone. Setelah di coba, hasilnya pelaku usaha lebih menyukai aplikasi mobile karena lebih simpel. Aplikasi Buku Warung itu sudah dilengkapi dengan fitur penghitungan laporan kas dan laba rugi. Saban hari juga ada laporan berapa keuntungan yang di dapat.

Dengan hasil itu, Tim BIMA berhasil mengurai kebuntuan yang dialami pelaku usaha kecil hingga saat ini. Waktu pun lebih produktif karena tidak perlu meluangkan waktu untuk menghitung di buku kas. Warga menilai penggunaan aplikasi lebih efektif dan efisien.

Soal packaging, Tim BIMA menyarankan untuk melengkapi produk dengan box khusus. Mitra kami pun mengubah pengemasan produk. Saat ini sudah dilengkapi dengan box yang juga menunjukkan kekhasan produk. Dengan begini akan tumbuh brand awareness terhadap produk batik ikat kontemporer Galuh n.

Terobosan untuk menarik minat pembeli, di antaranya adalah Wishes Card yang berisi filosofi motif yang dibuat. Misalnya saat pembeli memilih motif Ombak Kenjeran. Pembeli bisa membaca wishes card tadi untuk lebih detail makna yang ada di kain itu. Dengan begitu harapannya turut membangun hubungan baik antara pembeli dan penjual.

Setelah program yang dilaksanakan berhasil, kini tinggal memperkuat eksistensi kelompok dam sumber daya manusia (SDM) yang ada di sana. Agar produk budaya dan kearifan lokal yang ada di sana bisa menjadi daya tarik pariwisata yang dikemas apik. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu mengunci perubahan dan men-support serta melembagakan kreativitas yang dilakukan.

Penghasilan tambahan dan kesibukan ini bisa menurunkan tingkat pengangguran dan tentu saja menciptakan wilayah yang lebih baik dan kondusif. Pengangguran yang turun turut berdampak pada tingkat potensi kejahatan yang juga rendah. 

Untuk bisa mengenalkan potensi yang dimiliki ini, memang masyarakat harus diajak terus berpikir juga menganalisis secara kritis mengenai keadaan serta masalah yang dihadapi oleh Desa. Dengan cara tersebut akan membuka peluang wawasan, pemikiran, kesadaran, kepekaan dan keinginan masyarakat untuk bertindak melakukan sesuatu yang dapat mengubah masalah menjadi solusi.

Gerak langkah bersama seluruh elemen masyarakat, selain objek kegiatan yaitu perajin kain batik ikat kontemporer Galuh n, juga dari elemen masyarakat lainnya sangat perlu. Guna saling bergandeng tangan dalam usaha untuk keluar dari suasana jebakan ekonomi yang muncul karena pandemi Covid-19 ini. Bangsa yang kuat akan muncul dari komunitas yang kuat, kreatif dan inovatif.

Penulis: Ignatia Martha Hendrati dan Nuruni Ika Kusuma Wardhani merupakan dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB)  Veteran Jatim. Sedangkan Achmad Room Fitrianto berasal dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam .

Lihat juga video 'Mobil Angkot Terbakar di Jalan Panjang Jiwo, Sopir Luka Ringan':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO