Bedah Buku Kiai Asep di Denpasar, Dahlan Iskan: Dulu Sekolah Katolik Terbaik, Kini Sekolah Islam

Bedah Buku Kiai Asep di Denpasar, Dahlan Iskan: Dulu Sekolah Katolik Terbaik, Kini Sekolah Islam Para pembicara Bedah Buku karya M Mas'ud Adnan, Kiai Miliarder Tapi Dermawan, di ITB Stikom Denpasar Bali, Ahad (17/7/2022). Tampak Dahlan Iskan (nomor dua dari kirim), Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim, dan M Mas'ud Adanan (paling kanan) dan Dr Hafid Muksin (paling kiri). Foto: BANGSAONLINE.com

“Misalnya (Kiai Asep) tidak minta uang untuk makan atau untuk beli kitab,” kata Dahlan Iskan.

Sebaliknya, kemiskinan itu justru membuat Kiai Asep punya tekad besar. Yaitu memupuk “dendam” untuk terbalaskan.

“Bahwa ‘dendam’ itu suatu saat nanti harus terbalaskan,” kata Dahlan Iskan. Jadi dendam yang positif.

“Tidak cengeng,” katanya.

Dahlan juga mengatakan bahwa bidang pengabdian Kiai Asep sangat prospek. “Bidang pengabdian, bidang dakwah Kiai Asep itu sangat masa depan, yaitu pendidikan,” katanya.

Mengutip hasil penelitian, Dahlan mengatakan bahwa sekarang ini ada dua hal yang paling ditakuti orang tua. “Pertama, takut anaknya tidak pandai. Kedua, takut anaknya sakit,” katanya.

“Kalau orang tua sudah takut anaknya tidak pandai, berarti ini suatu kebahagiaan bagi para guru,” katanya. “Berarti orang tua akan mencari guru bagus. Orang tua akan meranking, ini guru yang bagus, ini guru yang bencekno (menimbukan kebencian),” katanya.

Menurut dia, guru yang bagus akan selalu relevan dengan zaman. Dan selalu jadi rebutan.

(Para peserta Kiai Miliarder Tapi dermawan di Kampus ITB Stikom Bali. Foto: bangsaonline.com)

Kiai Asep juga merespons, kenapa tak mau menerima sumbangan. “Ini perlu saya jawab agar tak salah paham,” katanya.

Menurut Kiai Asep, ada beberapa alasan kenapa dirinya tak mau menerima bantuan. Pertama, karena pesantren yang diasuhnya sudah mampu untuk membiayai dirinya sendiri. “Bantuan itu harus diberikan kepada pesantren kecil yang butuh bantuan dan belum menemukan jalan keluar,” kata Ketua Umum Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) itu.

Kedua, kata Kiai Asep, kalau dirinya menerima bantuan pasti tidak barokah. “Karena digerutui pesantren-pesantren kecil. (Mereka akan bilang) 'Ya pasti saja pesantrennya maju dan besar, karena semua sumbangan mengalir ke sana'. Ini kan membuat sumbangan tidak barokah,” kata Kiai Asep yang disambut tawa peserta.

Kiai Asep lalu bercerita tentang tekad dan semangatnya saat mendirikan Pondok Pesantren Amanatul Ummah di Pacet Mojokerto. Pada 2006. “Muridnya 48 orang. Sekolahnya berupa terop,” katanya.

Tapi papan namanya ditulis Sekolah Bertaraf Internasional. Mendengar penuturan Kiai Asep itu, Dahlan Iskan tertawa.

Menurut Kiai Asep, banyak yang meledek dan menertawakan. “Ada yang mengatakan Sekolah Bertarif Internasional,” kata Kiai Asep sembari tertawa.

Menurut Kiai Asep, yang meledek justru kepala desanya. “Dia bilang, ojok kemelipen po’o. Jangan terlalu tinggi,” katanya.

Kiai Asep sendiri mengaku sempat malu. Tapi ia kemudian menemukan referensi hadits. Bahwa Allah sangat senang terhadap orang yang tinggi urusannya, yang tinggi cita-citanya. Dan Allah benci terhadap orang yang rendah urusannya, rendah cita-citanya.

Sejak itu Kiai Asep percaya diri. Ternyata Amanatul Ummah berkembang pesat. Bahkan para santrinya diterima di berbagai perguruan tinggi favorit di seluruh Indonesia.

“Dulu untuk menembus ITB itu sulit sekali,” kata Kiai Asep.Tapi sekarang alumni Amanatul Ummah banyak yang diterima di ITB. Bahkan pada jurusan favorit seperti teknik pertambangan dan sebagainya.

“Bahkan kalau saya ke Bandung dijemput oleh rektornya,” kata Kiai Asep sembari menegaskan bahwa rektor yang dimaksud kini sudah diganti rektor baru.

Begitu juga mengungkapkan bahwa santri Amanatul Ummah banyak yang diterima di perguruan tinggi luar negeri. Yaitu di Rusia, China, Amerika, Mesir, Tunisia, Jerman, Maroko, dan negara-negara lainnya.

Mas’ud Adnan juga mengungkap sisi kemiskinan Kiai Asep sewaktu muda. “Bapak Ibu bisa buka buku itu halaman 113 berjudul Cinta Tragis, Ditolak Tiga Gadis. Saking miskinnya sampai tiga orang tua gadis mengembalikan lamaran Kiai Asep,” katanya.

Sementara Dr Fadly Usman banyak bercerita tentang keterlibatannya membantu Kiai Asep saat awal mendirikan Amanatul Ummah. Ia meyakini bahwa Kiai Asep banyak mendapat pertolongan Allah dalam membangun pesantren karena doa dan riyadlahnya yang kuat. 

Buku catatan jurnalistik Mas'ud Adnan itu sebelumnya dibedah pada Kongres III Pergunu yang dihadiri 1.200 perserta dari seluruh Indonesia di Pesantren Amanatul Ummah Pacet Mojokerto Jawa Timur. Kemudian buku tersebut dibedah lagi di Palembang Sumatra Selatan. (mma)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Sedekah dan Zakat Rp 8 M, Kiai Asep Tak Punya Uang, Jika Tak Gemar Bersedekah':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO