PASURUAN, BANGSAONLINE.com - KH. Fahmi Amrulloh, salah satu cucu Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy'ari selaku pendiri Jam'iyah Nahdlatul Ulama, angkat bicara menyikapi dinamika menjelang Muktamar NU ke-34 di Lampung. Pasalnya, ada beberapa pihak yang sengaja memunculkan duet Rais Am dan Ketua Umum, sebelum muktamar.
"Ini muktamar apa pilpres ya, kok ada istilah dukung mendukung?," cetus Gus Fahmi, sapaan akrab Ketua Umum Barisan Gus dan Santri itu kepada HARIAN BANGSA saat dikonfirmasi via telepon, Rabu (13/10).
BACA JUGA:
- Konfercab NU Jombang 2024 Digelar Bertajuk Merajut Silaturahmi Membangun Sinergi dan Kolaborasi
- Khofifah Usul Pembentukan Komite Perempuan Indonesia untuk Perdamaian Dunia Melalui PBB
- Gunakan 9 Becak, Mantan Rektor Daftarkan Diri sebagai Bacawabup Jember ke PKB
- Khofifah Dukung Penuh Komitmen PBNU Kawal Pemerintahan Prabowo-Gibran
Ia menyayangkan munculnya paket duet calon Rais Am dan Ketua Umum PBNU, karena secara hal otomatis itu akan menimbulkan rasa suka dan tidak suka. Menurut Gus Fahmi, kandidat seharusnya baru dimunculkan pada saat muktamar, bukan jauh hari menjelang muktamar.
"Kalau jauh hari ada istilah duet antara Rais Am dan Ketum dimunculkan, jelas itu menibulkan perpecahan di kalangan warga nahdliyin, karena dengan munculnya duet itu akan ada rasa suka dan tidak suka," jelasnya.
Gus Fahmi juga menyoroti munculnya jargon "Saatnya yang muda memimpin NU". Ia mengatakan, di NU tidak ada istilah tua atau muda untuk memimpin, tetapi keikhlasan mengabdi kepada ulama dan kesiapannya membimbing dan melayani umat.
"Apa bedanya yang tua dengan yang muda untuk memimpin NU? Toh yang dilihat itu bukan hanya kepiawaiannya saja, tapi keikhlasannya," katanya.