Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag*
71. Fanthalaqaa hattaa idzaa rakibaa fii alssafiinati kharaqahaa qaala akharaqtahaa litughriqa ahlahaa laqad ji'ta syay-an imraan.
BACA JUGA:
- Tafsir Al-Anbiya' 48-50: Abu Bakar R.A., Khalifah yang Rela Habiskan Hartanya untuk Sedekah
- Tafsir Al-Anbiya' 48-50: Momen Nabi Musa Berkata Lembut dan Keras kepada Fir'aun
- Tafsir Al-Anbiya 48-50: Fir'aun Ngaku Tuhan, Tapi Tak Mampu Melawan Ajalnya Sendiri
- Tafsir Al-Anbiya' 41-43: Arnoud Van Doorn, Petinggi Partai Anti-Islam yang Justru Mualaf
Maka berjalanlah keduanya, hingga ketika keduanya menaiki perahu lalu dia melubanginya. Dia (Musa) berkata, “Mengapa engkau melubangi perahu itu, apakah untuk menenggelamkan penumpangnya?” Sungguh, engkau telah berbuat suatu kesalahan yang besar.
72. Qaala alam aqul innaka lan tastathii’a ma’iya shabraan.
Dia berkata, “Bukankah sudah aku katakan, bahwa sesungguhnya engkau tidak akan mampu sabar bersamaku?”
73. Qaala laa tu-aakhidznii bimaa nasiitu walaa turhiqnii min amrii ‘usraan.
Dia (Musa) berkata, “Janganlah engkau menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah engkau membebani aku dengan suatu kesulitan dalam urusanku.”
TAFSIR AKTUAL
Keheranan Musa, terhadap tukang perahu komersial yang sudi menyeberangkan Khidir dan rombongan secara cuma-cuma, hal itu karena sesungguhnya Musa benar-benar tidak mengerti bagaimana keyakinan masyarakat sekitar terhadap sosok seorang Khidir.